Mungkin kamu baru mendengar tentang istilah Design Thinking dan penasaran apa sebenarnya itu. Mengapa begitu banyak perusahaan dan organisasi yang mulai menggunakan pendekatan ini terutama untuk tech company yang mengedepankan inovasi pada produk dan layanan mereka?
Design Thinking bukan hanya tren, tetapi juga merupakan pendekatan inovatif yang dapat mengubah cara memecahkan masalah dan menemukan solusi.
Pada intinya, hal ini adalah pendekatan untuk memecahkan masalah yang berpusat pada pemahaman tentang kebutuhan, keinginan, dan masalah dari user atau customer.
Dibandingkan dengan pendekatan tradisional yang sering kali berfokus pada aspek teknis atau bisnis, Design Thinking menempatkan user sebagai pusat perhatian (User centered approach).
Artikel ini akan membahas secara rinci konsep ini, mulai dari sejarah, beragam manfaatnya, dan bagaimana penerapannya dalam organisasi atau perusahaan.
Pengertian
Design Thinking adalah pendekatan inovatif untuk memecahkan masalah yang menekankan pada pemahaman mendalam tentang end user atau customer. Lebih dari sekadar metode desain, tapi merupakan proses yang terstruktur untuk memahami masalah, menciptakan solusi, dan menguji ide dengan fokus pada user.
Secara sederhana, pendekatan ini memungkinkan kamu untuk melihat masalah dari sudut pandang yang berbeda, menggali lebih dalam untuk memahami kebutuhan user, dan menciptakan solusi yang relevan dan berdampak.
Sejarah Design Thinking
Dimulai pada awal abad ke-20 dengan perkembangan desain industri dan gerakan seni modern di Eropa. Namun, konsepnya mulai dikenal luas sebagai pendekatan untuk inovasi dan pemecahan masalah yang sistematis pada tahun 2000-an.
- 1950-an – 1960-an:
Walaupun istilah “Design Thinking” belum digunakan secara eksplisit, prinsip-prinsipnya sudah mulai muncul pada periode ini. Pada saat itu, desainer seperti Herbert A. Simon dan Christopher Alexander menekankan pentingnya memahami user akhir dan konteks dalam proses desain.
- 1970-an – 1980-an
Konsep-konsep yang menjadi cikal bakal Design Thinking semakin berkembang pada periode ini. Pada tahun 1970, dikenal sebagai “The Sciences of the Artificial,” Herbert A. Simon merinci proses “problem-solving” yang mencakup pemahaman konteks dan pembuatan solusi berbasis user.
- 1990-an – Awal 2000-an:
Pada tahun 1991, David Kelley mendirikan perusahaan desain IDEO yang menjadi salah satu pemimpin dalam menerapkan prinsip-prinsip Design Thinking dalam praktik desain. IDEO terkenal dengan pendekatan kolaboratif dan berfokus pada user. Selain itu, Institut Desain Stanford (Stanford d.school) didirikan pada tahun 2005, yang menjadi pusat pendidikan dan inovasi dalam bidang Design Thinking.
- 2000-an – Sekarang:
Design Thinking semakin dikenal luas pada awal abad ke-21, terutama berkat upaya dari Stanford school dan IDEO. Banyak perusahaan besar seperti Apple, Google, dan IBM mulai menerapkan prinsip-prinsip Design Thinking dalam proses inovasi mereka. Selain itu, banyak universitas dan lembaga pendidikan juga menawarkan program-program pelatihan dan kursus mengenai Design Thinking.
Kesadaran akan pentingnya memahami user/customer untuk menciptakan solusi bisnis dan industri semakin menguat. Akhirnya pendekatan ini terus berkembang sebagai framework pada berbagai oragnisasi di berbagai lintas industri hingga saat ini.
5 Tahapan Design Thinking
Berikut ini adalah 5 tahapan yang banyak digunakan di berbagai organisasi dunia:
- Empathize: Tahap pertama adalah memahami secara mendalam user akhir. Ini melibatkan observasi, wawancara, dan berputar di lingkungan user untuk mendapatkan wawasan yang lebih baik tentang kebutuhan, keinginan, dan masalah mereka.
- Define: Setelah memahami user, langkah berikutnya adalah merumuskan masalah dengan jelas dan terinci. Ini membantu tim untuk fokus pada solusi yang benar-benar relevan dengan kebutuhan user.
- Ideate: Tahap ini melibatkan pembangkitan sebanyak mungkin ide kreatif untuk memecahkan masalah yang telah ditetapkan. Tidak ada ide yang terlalu aneh atau tidak mungkin pada tahap ini.
- Prototyping: Setelah memilih ide yang paling menjanjikan, tim mulai membangun prototipe sederhana untuk menguji konsep secara langsung dengan user. Prototipe dapat berupa sketsa, model 3D, atau bahkan simulasi digital.
- Iterate: Prototipe diuji dengan user yang sebenarnya untuk mendapatkan umpan balik langsung. Berdasarkan umpan balik ini, tim dapat melakukan iterasi pada desain mereka untuk meningkatkan keberhasilan solusi.
Meskipun tahapan-tahapan tersebut dapat disusun secara linear, dalam praktiknya, proses Design Thinking seringkali bersifat iteratif dan tidak selalu linear mengikuti urutan yang kaku.
Tim dapat kembali ke tahap sebelumnya untuk mendapatkan wawasan tambahan atau menguji ide baru, atau bahkan melakukan beberapa tahapan secara bersamaan.
Hal ini memungkinkan fleksibilitas dan adaptabilitas dalam menghadapi tantangan yang kompleks dan berubah dengan cepat dalam proses desain.
Dengan demikian, pendekatan ini bukanlah proses yang kaku dan terstruktur, tetapi lebih merupakan pendekatan fleksibel yang memungkinkan inovasi yang berkelanjutan.
Manfaat
Perusahaan-perusahaan global seperti Apple, Airbnb, dan IDEO telah mengadopsi pendekatan Design Thinking dan merasakan manfaatnya secara langsung.
Dengan fokus pada user dan kolaborasi lintas-fungsional, mereka telah berhasil menciptakan produk-produk yang inovatif dan memenangkan hati pelanggan.
- Pemecahan Masalah yang Lebih Efektif: Dengan fokus pada user akhir, Design Thinking memungkinkan identifikasi masalah yang lebih tepat dan solusi yang lebih efektif.
- Inovasi Berbasis user: Dengan memahami kebutuhan dan keinginan user, bisa membantu menciptakan solusi yang lebih relevan dan berdampak.
- Kolaborasi Lintas-Fungsional: Design Thinking mendorong kolaborasi tim yang kuat dan beragam, memungkinkan pendekatan yang holistik terhadap masalah.
- Peningkatan Kepuasan user: Dengan memprioritaskan pengalaman user, bisa meningkatkan kepuasan user dan membangun hubungan yang lebih kuat dengan pelanggan.
- Fleksibilitas dan Adaptabilitas: Proses iteratif Design Thinking memungkinkan penyesuaian dan perubahan sepanjang waktu, sesuai dengan umpan balik dan kebutuhan baru.
- Competitive Advantage: Dengan memprioritaskan inovasi dan pengalaman user, Design Thinking membantu perusahaan membedakan diri dari pesaing dan tetap relevan dalam pasar yang kompetitif.
Penerapannya pada Perusahaan
Banyak perusahaan kini mulai mengintegrasikan Design Thinking ke dalam budaya dan proses bisnis mereka.
Dengan mengadopsi pendekatan ini, mereka dapat menjadi lebih responsif terhadap perubahan pasar, lebih kreatif dalam menghasilkan solusi, dan lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan user.
Untuk menerapkan Design Thinking dalam tim atau perusahaan, langkah-langkah berikut dapat diambil:
- Pendidikan dan Pelatihan: Ajak anggota tim atau karyawan untuk mengikuti pelatihan tentang prinsip-prinsip Design Thinking dan cara menerapkannya dalam praktik.
- Sesi Kolaboratif: Selenggarakan sesi kolaboratif di mana anggota tim atau karyawan dapat berpartisipasi dalam kegiatan seperti brainstorming, pembuatan persona user, atau prototyping.
- Budaya Berbasis user: Tanamkan budaya yang berorientasi pada user dalam organisasi, di mana setiap keputusan dan langkah diarahkan oleh pemahaman mendalam tentang kebutuhan dan preferensi user.
- Penerapan Langsung: Berikan proyek atau tantangan nyata kepada tim untuk menerapkan prinsip-prinsip tersebut dalam menciptakan solusi yang inovatif dan berorientasi pada user.
- Evaluasi dan Pembelajaran: Setelah selesai, evaluasilah proses dan hasilnya, dan ambil pembelajaran untuk diterapkan pada proyek-proyek mendatang. Jangan takut untuk melakukan iterasi dan peningkatan berkelanjutan.
Dengan menerapkan Design Thinking, tim atau perusahaan dapat menciptakan solusi yang lebih kreatif, relevan, dan berorientasi pada user, yang pada gilirannya dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dan keberhasilan bisnis secara keseluruhan.